Rintisan Barata Indonesia dimulai sejak masa hindia belanda bernama Machinefabriek NV Braat . Di awal pendiriannya, pabrik ini memproduksi alat-alat mesin untuk keperluan pabrik gula dan teh.

Namun, mendekati Perang Dunia II, pabrik NV Braat sempat mengalami perubahan fungsi memproduksi alat perang sejak pendudukan tentara Jepang untuk memasok kebutuhan perang.

Hingga kemudian, Dalam rangka penguatan industri nasional, perusahaan kembali melakukan transformasi bisnis melalui beberapa tahapan.

Diantaranya pengembangan produk mesin gilas roda 3 guna mendukung pembangunan infrastruktur nasional. Kurun waktu yang sama perseroan turut melahirkan kompetensi bisnis foundry yang hingga kini menjadi unggulan perseroan.

Berbicara mengenai sumber daya air (SDA), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan luas daratan. Merespon potensi ini perseroan turut menginisiasi pekerjaan hidromekanikal.

Melalui kompetensi Foundry, perseroan terbukti mampu menghasilkan produk komponen kereta api hingga fasilitas produksi dan penyimpanan minyak dan gas.

Seiring pertumbuhan bisnis tersebut, perseroan turut menjajaki pekerjaan konstruksi / EPC di berbagai bidang industri. Diantaranya TBBM, Pabrik Gula beserta turunannya, Pabrik Garam, dan masih banyak lagi.

Perkembangan pesat ini berdampak positif pada kinerja perusahaan sehingga pada tahun 2018 Barata Indonesia melakukan aksi milestone dengan mengakuisisi pabrik komponen turbin dari perusahaan teknologi kelas dunia, Siemens Indonesia. Dari sinilah cikal bakal bisnis pembangkit listrik dimulai.

Merespon dinamika bisnis pasca pandemi Covid19, perusahaan kembali melakukan transformasi dengan berfokus pada bidang manufaktur dan MES (maintenance, engineering & services) melalui filosofi 3 (tiga) pilar bisnis yaitu Foundry, Hidromekanikal dan Komponen Industri.