Teknologi berupa mesin pembuat produk turunan pangan lokal karya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) siap diproduksi massal oleh PT Barata Persero yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.

Mesin berteknologi tersebut mampu mengubah tepung dari pangan lokal seperti sagu, jagung dan lainnya menjadi beras analog, mi, makaroni dan pasta.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto, mengatakan, berbicara tentang ketahanan pangan, tentunya tidak bisa hanya mengandalkan beras. Saat ini konsumsi beras per kapita mencapai 120 kilogram (Kg) per tahun. Angka ini jauh di atas Tiongkok 100 Kg, Malaysia 88 Kg, dan Jepang 60 Kg.

“Kita tidak bisa mengandalkan ekstensifikasi atau intensifikasi produk pangan saja. Tapi perlu dipikirkan diversifikasi pangan,” katanya di sela-sela penandatanganan kerja sama BPPT dan PT Barata di Jakarta, Kamis (15/12).

Menurutnya pangan lokal non beras memiliki indeks glikemik lebih rendah dibanding beras. Indeks glikemik adalah prosentase karbohidrat pangan untuk menjadi gula darah. Oleh sebab itu, pangan alternatif ini berupa beras analog lebih menekankan pada ketersediaan beras sehat.

Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan, dari mesin karya BPPT tersebut dua alat sudah dipatenkan dengan kapasitas 50 kg dan 120 kg per hari. Tingkat kandungan lokal mesin mencapai 90 persen.

Melalui kerja sama dengan PT Barata, ke depannya bisa dihasilkan mesin berkapasitas 1-2 ton per hari. Mesin ini diharapkan bisa dimanfaatkan oleh usaha kecil menengah.

“Untuk harga prototipe mesin kapasitas 50 kg per hari Rp 20-25 juta dan kapasitas 120 kg per hari Rp 60 juta. Jika sudah diproduksi PT Barata tentunya harganya akan lebih murah,” ucapnya  (via beritasatu.com)

 



Tinggalkan Balasan